Trump menaikkan tarif impor barang Indonesia hingga 32 persen. Menurut Amran, hal ini bisa diatasi dengan strategi yang tepat. "Ini sangat mudah, kita geser. Gandum kita impor, karena kita tidak bisa produksi. Kita impor dari Amerika kurang lebih 10 juta ton, di sektor pertanian. Itu selesai," ujarnya.
Ia juga menyoroti ekspor CPO. Indonesia mengirim 1,7juta ton ke Amerika, sementara total ekspor global mencapai 26 juta ton.
Kalau dikatakan ini berkurang, langsung kita jadikan 'buyer food'," lanjutnya. Amran menyebut pemerintah tengah menyiapkan kebijakan mandatory CPO. Program ini mencakup campuran bahan bakar berbasis minyak sawit, seperti B40 (60 persen solar dan 40 persen BBN) dan B50 (50 persen solar dan 50 persen biodiesel).
Pemerintah menargetkan implementasi B40 pada Januari 2025. Program B50 dijadwalkan paling lambat pada 2026. "Dan ini ada B40-B50, kita rancang, kita sudah persiapkan semua. Tetapi yang terpenting adalah, setiap tekanan selalu ada celah kita bisa gunakan," kata Ketua Umum IKA Universitas Hasanuddin itu.
Amran menambahkan, tekanan akan selalu menghasilkan respons yang signifikan. "Jadi, yang menerima tekanan berbahagialah, kenapa? pasti ada peluang di dalamnya. Dan biasanya, kalau ada tekanan, kita semakin kuat," tuturnya.
|BACA JUGA
Mantan Kadisdik Batubara Ditahan dalam Kasus Korupsi Rp 1,8 Miliar
Berita Viral, Mantan Kepala Desa di Labuhanbatu Utara Tersangka Korupsi Dana Desa Rp 740 Juta
Dampak Tarip Impor Terhadap Ekonomi Indonesia.
Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan dampak dari pengenaan tarif resiprokal sebesar 32% ini bersifat sementara. Menurutnya, dengan penerapan tarif Trump ini, pemerintah bisa memaksimalkan potensi konsumsi domestik CPO tersebut, sekaligus memaksimalkan diplomasi ekonomi. "Indonesia juga bisa meningkatkan penetrasi pasar untuk produk CPO agar bisa diterima di negara-negara utama BRICS, seperti India dan China misalnya," ujar Nafan, Senin (7/4/2025). Sementara itu, Presiden Direktur PT Astra Agro Lestari Tbk. (AALI) Santosa dalam laporan tahunannya memandang pada tahun 2025, industri kelapa sawit masih menghadapi ketidakpastian yang disebabkan oleh restriksi pasar yang terjadi antara Amerika Serikat dengan China, Kanada, dan Meksiko. Belum lagi, konflik geopolitik di Laut Hitam dan Laut Merah yang masih terus bergejolak.
Menurut Santosa, ketiga konflik yang merupakan tujuan utama ekspor komoditas, sekaligus jalur strategis transportasi masih harus terus diantisipasi dampaknya bagi perekonomian global, terutama menurunnya permintaan komoditas yang memicu koreksi harga komoditas dan kebutuhan lainnya di dunia. Lebih lanjut, Santosa juga mengatakan restriksi pasar yang kini ditegakkan oleh Amerika Serikat dapat memicu penurunan ekonomi di negara-negara lain sehingga berdampak negatif terhadap ekonomi global yang mempengaruhi kinerja industri kelapa sawit nasional.
Sebelumnya, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyampaikan potensi ekspor sawit atau crude palm oil (CPO) Indonesia ke Amerika Serikat diambil alih oleh negara lain seperti Malaysia dan Amerika Latin. Kekhawatiran tersebut dipicu tingginya tarif impor resiprokal yang diterapkan Amerika Serikat (AS) ke Indonesia sebesar 32%, sementara tarif yang dikenakan untuk komoditas asal Malaysia 24%. Ketua Umum Gapki Eddy Martono mengatakan, Indonesia saat ini menguasai pangsa pasar ekspor CPO ke AS sebesar 89%. Kebijakan tarif tinggi ke AS dapat memengaruhi kinerja ekspor CPO secara signifikan. “Tadi saya sampaikan di dalam rapat tadi bahwa beban kita itu sangat besar sekarang, yaitu sekitar US$221 per metrik ton, sementara Malaysia hanya US$140 per metrik ton,” ujar Eddy, Senin (7/4/2025).
Dampak Tarif Trump terhadap IHSG Equity Research Analyst Panin Sekuritas Felix Darmawan menilai tekanan ke Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan terjadi pada perdagangan hari ini seiring dengan dibukanya kembali perdagangan saham pasca libur Lebaran. "Tekanan karena tarif Trump sangat besar dan juga jadi penyebab anjloknya bursa saham di global beberapa hari kemarin," ujar Felix, Senin (7/4/2025). Sebagaimana diketahui, tarif impor AS telah resmi diumumkan oleh Trump pada Rabu pekan lalu (2/4/2025), waktu setempat. Seluruh negara diganjar tarif impor 10%, sedangkan beberapa negara turut dikenakan tarif resiprokal (reciprocal tariffs) lebih tinggi berdasarkan hambatan perdagangan dengan AS. Seiring dengan kebijakan Trump itu, indeks saham di sejumlah negara kemudian jeblok. CCMP Index di NASDAQ misalnya ambruk 11,44% sejak Trump mengumumkan tarif impor pada Rabu pekan lalu (2/4/2025) sampai pada Jumat pekan lalu (4/4/2025). SPX Index di S&P 500 jug melorot 10,53% dan DJI Index di Dow Jones jeblok 9,26%. Lalu, CAC Index di Bursa Prancis melorot 7,43%, DAX Index di Bursa Jerman melorot 7,81%, dan IBEX Index di Bursa Spanyol ambrol 6,95%. Adapun, pasar saham Indonesia masih belum beroperasi dikarenakan bertepatan dengan momen libur Lebaran. Sebelum libur Lebaran, pada perdagangan terakhirnya, Kamis (27/3/2025) IHSG mengalami penguatan 0,59% ke level 6.510,62.
Namun, IHSG masih di zona merah atau melemah 8,04% sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd). IHSG kemudian akan memulai perjalanannya kembali setelah BEI membuka perdagangan saham pada hari ini, Selasa (8/4/2025). Felix mengatakan selain kebijakan Trump, lemahnya nilai tukar rupiah yang hampir menyentuh level Rp17.000 per dolar AS juga menjadi katalis negatif. "Investor pada Selasa pagi mungkin akan bereaksi negatif karena mem-price-in fenomena di global. Investor juga perlu wait and see terlebih dahulu atas bagaimana langkah pemerintah Indonesia menyikapi tarif Trump," ujar Felix. Apabila kompromi pemerintah Indonesia atas tarif AS berhasil, peluang membalikan sentimen menjadi positif terbuka. Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta juga mengatakan pergerakan IHSG pada perdagangan hari ini selepas libur Lebaran diproyeksikan akan bergerak volatil dipengaruhi oleh faktor global, yakni kebijakan tarif Trump. "Kebijakan Trump menyebabkan volatilitas pasar saham kencang, berdampak juga ke IHSG," ujar Nafan. Terlepas demikian, pergerakan Bursa global patut diamati terlebih dahulu.
Apabila sentimen negatif kebijakan Trump masih kuat, tentunya ini juga akan memberikan implikasi peningkatan volatilitas IHSG pada esok hari. Bahkan, menurutnya wajar apabila pasar akan khawatir kinerja jeblok IHSG hari ini sampai pada kemungkinan adanya trading halt kembali.